![]() |
| by CHADZIQ AL-MUNSYI |
Saya ingin mengabadikan satu momen berharga dalam rumah ide saya, semoga mencantumkan nama seorang mulia dalam rumah ide saya menjadi barokah di setiap lahirnya tulisan-tulisan saya.
Beberapa hari yang lalu saya mendengar kabar tentang gerahnya guru saya. Beliau Al 'Allamah Al Karim KH. Nurul Huda Djazuli atau kami para santri kerap mengingatnya dan memanggilnya Yai Da. Pengasuh Pondok Pesantren Putri Al Falah Ploso Kediri. Hampir dua minggu dari tulisan ini saya tulis, beliau masih dalam proses perawatan di salah satu Rumah Sakit di Surabaya. Semoga Allah Ta'ala segera mengangkat sakitnya, menggantinya dengan kesembuhan dan kesehatan paripurna sehingga kami bisa ngangsuh kaweruh, ilmu dan barokah dari beliau, serta bisa mendampingi umat dalam menjalankan tuntunan syariat Islam. Amiinn
![]() |
| IgS Neng zil-hb |
Saya teringat satu momen haru dan sangat membahagiakan bagi saya, yakni tentang beliau dan saya sendiri. Jadi begini kisahnya...
Dua ribu empat belas di bulan juli tepatnya, saya berkesempatan bisa kulak an ilmu di tempat yang sudah lama saya impikan, hulunya para ahli ilmu alat bersumber, gurunya para guru memperoleh ilmunya, ialah pesantren salaf bernama Al Falah. Pesantren besar yang berada di tengah desa tepat di lereng gunung Lawu, Kediri.
Ploso, lebih saya kenal seperti itu merupakan nama pesantren yang sudah tidak asing bagi saya, sebab sudah banyak alumninya yang pernah terlihat mata dan terdengar telinga saya sejak saya masih duduk di bangku diniyah. Kealiman Kyai dan kepandaian para santrinya melahirkan kekaguman diri saya. Hingga suatu ketika dalam hati terlintas ingin sekali nyantri disana.
Alhamdulillah, Allah mengabulkan seorang saya yang kemarin rasanya tidak mungkin bisa, ternyata maghrib itu 2 Romadhon 1435 H, binidznillah saya sampai dan masuk di darul ilmu nya. Saat itu saya masih belum menyangka bahwa saya ada di sana, ada di mimpi saya yang bukan lagi mimpi.
Saya mengikuti program pondok romadhon di Ploso, yang mana kegiatan ini berlangsung selama delapan belas hari. Romadhon bagi pondok salaf adalah libur panjang, tapi saat itu sebagian santri masih tetap tinggal di pondok demi menghabiskan romadhon dengan para guru dan teman serta menikmati kegiatan rutin dan khas ala romadhon di pondok.
Kegiatan ini saya pilih untuk mengisi masa liburan kuliah saat itu, ya mumpung ada kesempatan untuk menjemput impian yang sudah siap di depan mata. Saya tidak sendiri dari kampus. Saya juga ditemani tiga teman kuliah, dan di sana saya juga bertemu teman-teman yang sama dalam status, santri pasanan. Mereka ada yang masih tingkat SLTA ada pula dari mahasiswa semester akhir. Alhamdulillah menambah kawan juga saudara.
Ngaji adalah pokok inti tujuan saya, tabarrukan dengan Kyai Bu Nyai juga menjadi niat yang tersemat. Di sisi lain saya benar-benar kepo tempat ini, pertanyaan Bagaimana tempat dan kegiatan di sini hingga membuat para santrinya begitu hebat dan keren. Nah bersyukur sekali hari demi hari jawaban itu benar-benar saya peroleh melalui apa yang saya lihat dan penuturan langsung para santrinya.
Mengaji dan Mengkaji adalah dua teknik yang selalu dilakukan dalam mendalami suatu ilmu. Fokus satu keilmuan yang ditempuh dalam beberapa tahun juga menjadi bukti kecakapan santri Ploso dalam ilmu alatnya. Prinsip tirakat dan tabarrukan juga menjadi wasilah kualitas ilmu yang diperoleh.
Disini juga saya merasakan bisa menjadi santri salaf yang setiap waktunya memakai sarung. Rasanya seperti sungguhan menjadi santri. Ya meskipun tolak ukur santri bukan dari situ. Tapi selalu terselip bahagia saja setiap memakai dan melihatnya.
Pengajian kitab Ta'limul Muta'allim yang dibacakan setiap selepas solat ashar, menjadi pengajian yang sakral dan ditunggu. Pengajian ini diikuti oleh seluruh santri. Yai Da sendiri yang membacakan dan menerangkan. Lebih spesialnya lagi tempat mengaji setiap sore ini berada di ndalem beliau dan halaman ndalem beliau. Ruang tamu beliau menjadi tempat yang yang selalu saya dan teman-teman pilih.
Nyaman, tenang dan damai adalah atmosfer udara di Ploso. Rupanya begitulah ilmu bekerja. Cahaya dan nafasnya menguar sampai ke relung hati bagi sesiapa yang memiliki dan menghuni.
Malam itu.
Semua santri pasanan dipanggil ke ndalem beliau. Sebab besoknya kami sudah harus pulang ke rumah masing-masing. Jadi malam itu adalah panggilan sowan dengan beliau. Sebuah Malam yang bersaksi.
Kami berkumpul dan duduk dengan shaf rapi di ruang tamu tempat biasa kami mengaji sore. Saya berusaha mengambil baris depan dan dekat dengan kursi beliau supaya bisa memandang rahayunya dari dekat. Tak berselang lama beliau keluar dari balik tirai pintu ruang tengah. Beliau berjalan ditemani tongkat dan seorang laki-laki kang khadam. Beliau menyapa kami dengan salam, yang kemudian kami serentak menjawabnya. Lalu beliau segera duduk di atas kursinya yang tepat lurus di depan saya, ya.. meski terhalang satu baris di depan saya. Beliau berkopyah putih dan surban putih yang ditanggalkan di pundaknya. Sejurus kemudian si khadam memasangkan mikrofon jepit pada baju beliau. Sedari tadi suara jantung saya sudah berirama tak sama. Bahagia bercampur haru.
Saat itu saya hanya mengira, beliau hanya memberikan sapaan, nasihat dan pesan saja, tapi tidak. Beliau mengizinkan kami santriwati-santriwati ini untuk bersalaman dengan beliau. Wah.. kaget lah seorang saya mendengar pernyataan itu. Saya bisa menimba ilmu di sini saja sudah sangat senang apalagi malam itu berkesempatan bersalaman dengan Kyai. Sebab bagi saya bersalaman dengan guru adalah keharusan seorang murid sebagai bentuk ta'dzimnya kita kepada ahli ilmu agar ilmu yang sudah kita peroleh dari guru menjadi ilmu yang manfaat.
Sudah lama sekali saya tidak bisa bersalaman, mencium tangan guru laki-laki, mungkin terakhir saat duduk di bangku SMP. Dan baru malam itu saya kembali akan bisa mencium tangan guru saya, gurunya guru saya, seorang Kyai kondang, seorang ulama yang dikenal hampir di penjuru Indonesia. Beliau bersedia, kami santri putrinya untuk bersalaman dengan beliau. Suatu kehormatan bagi saya.
Pastinya beliau punya alasan khusus tentang hal ini. Saya tidak mau tau tahu tentang itu, apapun dalil dan alasannya saya nderek ke mawon, la wong kesempatan salim sama ulama', ya sweneng.
Usai nasihat dan pesan disampaikan, sebelum melantunkan doa, beliau memakai surban putihnya seperti yang sering saya lihat di foto-foto beliau, mengenakannya di atas kopyah seperti berkerudung dan kemudian melemparkan ujung-ujung surban ke pundak kiri dan kanannya. Lalu beliau memulai doa nya, saya dan puluhan santri larut dalam doa panjangnya serta khusyuk mengaminkan doa-doanya. Mungkin saja jika bisa melihat, di antara kami malam mulia itu turun malaikat-malaikat yang juga mengaminkan doa-doa beliau.
Usai doa dibacakan, kami mengambil posisi, kemudian berjalan separuh badan mengular untuk bergantian bersalaman. Dan tibalah giliran saya, asto beliau saya pegang lalu saya daratkan ke hidung saya. Ya Allah, sungguh merupakan nikmat bisa bersalaman dengan beliau, bersalaman dengan seorang Kyai.
Memandang rahayu beliau dari jauh saja sangat tenteram, apalagi malam itu bisa berkesempatan mencium asto mulianya. Asto yang senantiasa terangkat menerima cahaya ilmu dan doa, asto yang mengantarkan para santrinya berilmu dan berakhlak mulia. Sungguh membawa damai dalam hati. Semoga wasilah ini menjadi barokah di sepanjang hidup saya dan semoga malam mulia itu menjadi saksi bahwa saya adalah bagian santrinya, santri yang kelak dipanggil dan diakui santrinya. amiin
Setelah unforgettable moment itu, semua santri putri melanjutkan acara muwadda'ah, di samping ndalem beliau. Beberapa keluarga Kyai Djazuli rawuh. Saat itu saya belum hafal betul putra putri serta cucu bani Djazuli. Satu per satu wajahnya saya pandangi, karena saya yakin pandangan bahagia seorang santri terhadap gurunya akan dicatat sebagai pandangan yang mendatangkan kebaikan.
Satu hal lagi yang saya tidak menyangka dari pondok Ploso. Usai acara muwadda'ah ditutup dengan doa dan para santri menghambur ke kamarnya masing-masing, saat itu pula banyak para wali santri yang sudah siap menjemput putrinya di balik gerbang. Padahal saya ingat betul saat itu waktu sudah menunjukkan tengah malam. Jadi, santri diperbolehkan langsung pulang. Waah.. baru kali pertama bagi saya melihat taradisi pulangan ini.
Saya? Tidak bisa pulang malam itu, bukan karena tidak ada yang menjemput ya memang tidak dijemput. Hahaha. 19 Romadhon pagi, saya baru bisa keluar gerbang pesantren ini. Gerbang yang dulu rasanya nano nano untuk masuk ke dalamnya, kala pagi itu rasanya enggan untuk meninggalkannya. Pagi itu baru saya lihat betul jalanan dan tampak depan gerbang putri, sebab awal kali kaki menyentuh tanah Ploso pada malam hari badan sudah dikepung lelah, alhasil tidak fokus tengok kanan kiri.
Delapan belas hari yang penuh kenangan dan cerita, delapan belas hari yang tak terlewatkan tanpa ilmu dan barokah, dan delapan belas hari yang selalu dan senantiasa saya ingat di sepanjang hidup saya.
Di akhir pengajian khataman, sore itu saya mencatat 7 nasihat penting dari beliau :
- Seperti yang dituturkan oleh Imam Abu Hanifah, bahwa selesai ngaji/ belajar agar dibiasakan membaca Alhamdulillahirobbil 'alamiin
- Santri agar berusaha untuk berperilaku seperti ilmu yang dipelajari
- Bulan Romadhon adalah bulah barokah, bulan dikabulkannya doa-doa dan Allah senantiasa melihat pacuan ibadah hambaNya
- Tunjukkan kebagusan kepada Allah SWT
- Gunakan waktu yang sesempit mungkin untuk hasil yang sebesar-besarnya
- Ngaji seng tenanan!!! sebab pasti bermanfaat
- Jika engkau prihatin kepada 'alim yang meninggal, maka Allah akan memberikan pahala (18Romadhon1435H)
Saya yang hanya dalam hitungan hari menghuni darul ilmu beliau begitu banyak ketakjuban yang lahir, apalagi mereka yang bertahun-tahun tinggal di sana. Sudah pastilah pengalaman bergarga, ilmu dan barokahnya menetap di hati.
Semoga panjenengan enggal diparingi sembuh dan sehat kembali Kyai, santri dan umat masih butuh ilmu, nasihat dan teladan panjenengan.
اللهم انت الشافي لا شفاء الا شفاؤك
اشف مرضاه
شفاء تاما لايغادر سقما ولا الما
بحق قولك وننزل من القران ما هو شفاء ورحمة للمؤمنين ولا يزيد الظا لمين الاخسارا الفاتحة.
Mohon berikanlah Kesembuhan kepada Guru Kami
Kesembuhan yang paripurna, Kesembuhan yang tanpa mendatangakan sakit juga penyakit. Amiin
Santri Panjenengan, 5 Sya'ban 1442H

