Dewasa itu bisa berarti usia
juga bisa berarti pada cara berpikir dan bersikap seorang individu. Pada makna usia, dewasa adalah mereka yang sudah menginjak usia 22 ke atas dengan berbagai tugas
perkembangan yang harus ditunaikan agar sesuai dengan keadaan dirinya dan tuntutan
lingkungan di sekitarnya.
Pada makna berpikir dan bersikap, dewasa menempati “cara”
yakni bagaimana seseorang merespon keadaan sekitarnya dengan berpikir dulu
sebelum betindak dan berbicara. Ada proses mengelola informasi yang mana perlu
menempuh pertimbangan dan aturan-aturan yang ada sebelum berubah menjadi bahan
bicara dan asal mula perbuatan.
Di sini saya ingin mengajak teman-teman melihat ke dalam wana dewasa di menjadi dewasa di usia dewasa. Yuk mari !
Memasuki usia 20 an, kita memang mendapatkan tugas
perkembangan yang sejatinya perlu ditunaikan, untuk kemudian kita akan cukup siap
menghadapi fase perkembangan selanjutnya sebab akan ada tugas lain yang sudah
menunggu. Jika tugas pada fase sebelumnya tidak atau belum dilaksanakan dengan
baik maka individu akan menemui hambatan pada tahap perkembangan selanjutnya.
Jadi, Pada Ilmu Psiklogi Perkembangan, individu pada tiap fase perkembangan dan pertumbuhannya memiliki tugas yang perlu ditunaikan sebagai individu. Maksud tugas ini berupa kecakapan individu untuk menguasai beberapa hal pada usianya, seperti berbicara, berjalan, pembendaharaan kata, kemandirian, adaptasi, paham pribadi dan peran sosial dan lain sebagainya. Hal ini diterangkan jelas oleh Psikolog Hurlock pada bkunya Psikologi Perkembangan.
Yang pertama, dewasa di usia dewasa, kita dituntut untuk
bersikap mandiri seutuhnya. Meskipun sejak kecil mulai dilatih mandiri tapi
pada usia dewasa kita secara tidak langsung dan waras, mandiri seperti tuntutan
berat dan besar. Dewasa sudah terbingkai memiliki sikap dan sifat ini sebab akan ada banyak
keputusan yang harus diambil oleh diri sendiri apalagi jika dia sudah
memutuskan memiliki pasangan dan keluarga. Keputusan - keputusan yang akan dimabil semakin kompleks.
Mandiri bukan berarti egois, mandiri adalah tidak selalu
bergantung pada orang lain atau senantiasa mengharap bala bantuan datang, tapi
mandiri adalah mampu dan berani mengambil keputusan dengan (telah)
mempertimbangkannya sesuai kebutuhan dan kondisi sekitar. Bukan berarti tidak
perlu mencari bantuan tapi mandiri adalah tegas
dan tanggung jawab pada diri sendiri
atas pilihan yang dipilih.
Terlahir sebagai individu yang sedia segalanya memang akan
cenderung melahirkan sifat bergantung pada seorang anak, tapi orang tua yang
bijak tidak akan membiarkan anaknya ada dalam kubangan siap sedianya fasilitas
atau mudahnya memperoleh keinginan. Anak yang dilatih kesadaran diri akan
apapun yang dilmiliki bahwa bukan miliknya sendiri, pentingnya sebuah usaha dan menghargai sebuah proses, akan tercipta pribadi anak yang
bijak, mandiri dan tangguh meski usianya belum sampai pada usia dewasa.
Usia dewasa juga sering mendapat dorongan dari
sekitarnya agar mandiri financial, juga menjadi bahan overthinking dan stuck
para dewasa muda dan dewasa tengah. Memang memiliki pendapatan sendiri akan mengangkat harga
diri seseorang, tapi semakin kesini dewasa muda kita terjebak dalam generasi
sandwich, yang mana pendapatan mereka tidak melulu untuk mereka tapi ada
tuntutan biaya hidupnya, orang sekitarnya atau bahkan harus menutupi hutang. Yahhhh
Baru satu pembahasan rasanya sudah engap bukan? Ya beginilah
menjadi dewasa harus sering-sering atur nafas, inhale.... exhale... supaya
tidak terbawa suasana. wkwkwkwk
Ya.. pada intinya sudah selayaknya usia dewasa bersikap
mandiri dalam berbgai hal agar kita tetap bisa berdiri tegak dan kuat bangkit kembali dan berjalan meski banyak di sekitar kita yang mencemooh atau bahkan tidak berpihak pada kita atau pergi meninggalkan kita.
Yang kedua, menjadi dewasa di usia dewasa butuh melatih
melapangkan hati. Sebab akan banyak momen yang mengharuskan kita rela dan
ikhlas. Betul begitu para pembaca?
Hati, pikiran dan perbuatan adalah perkara yang dituntut
berjalan beriringan. Ketiganya perlu berkerja sama agar tercipta diri yang
harmonis. Meski tidak melulu sirotol mustaqim, tapi setidaknya ketiga hal tersebut
sudah aktif dan dijalankan secara sadar. Ketiganya perlu diaktifkan sepanjang fase dewasa yang sedang kita jalani.
Kehilangan adalah momen yang sering dihadapi oleh dewasa. Jika tidak terlatih melapangkan hati maka individu akan mudah putus asa dan kecewa. Akibatnya hal-hal negatif dan perbatan buruk akan mudah mampir dan singgah sehingga mengundanag perangai buruk pada dewasa tersebut.
Lalu bagaimana cara melapangkan hati? Bukan perkara mudah
pastinya. Tapi hal ini adalah sesuatu yang masih bisa diusahakan dan dicoba.
Sebab Allah telah berjanji akan memberikan kekuatan pada hambanya sesuai porsi
dia diciptakan, akan memberikan kemudahan setelah kesulitan, akan mengabulkan
doa jika dia mau meminta dan mendekat. Ya karena Allah adalah sumber dari semua
itu.
Saya yang menulis inipun bukan termasuk pribadi yang
memiliki hati yang lapang, tapi saya sering mmebiasakan diri melakukan self talk tentang janji
Allah di atas. Dengan begitu perlahan diri saya sadar dan selanjutnya insyaallah hati kita mulai lapang.
Berbaik sangka kepada Allah adalah keharusan, jadi apapun
takdir Allah kepada kita, meskipun menurut yang kita rasakan sangat susah,
sulit, sakit atau bahagia sekalipun adalah atas izinNya dan terbaik. Kita
dituntun untuk merasa lemah dihadapanNya dan mengakui bahwa tanpa bantuan dan rahmatNya
kita tidak akan bisa melakukan itu semua. Kita dipanggil untuk selalu mendekat
dan mengharap kebaikan KuasaNya.
Yang ketiga, menjadi dewasa di usia dewasa sering terjebak
dalam QLC (Quarter Life Crisis), apa itu? Satu momen yang dialami oleh dewasa
usia 25 -30 an dimana mereka mengalami kegalauan atau kegundahan akan dirinya,
karirnya, atau posisi peran sosial. Dewasa yang mengalami stuck dan bingung
arah jalan. “pulang malu tidak pulang rindu” mungkin istilah ini cocok untuk
mereka yang ada pada fase QLC ini.
Apakah wajar mereka berada di fase ini? menurut saya wajar
saja dan bagi siapa yang sekarang ada di fase ini, its okay and lets get out!
QLC akan menggiring mental dewasa sedikit terganggu (bukan
otomatis menjadi gila ya) bahkan bisa mengarah pada psikosomatis jika tidak
mencari jalan keluar. Salah satu sebab QLC timbul pada diri dewasa adalah
beberapa tugas perkembangan di fase sebelumnya yang tidak selesai atau tuntutan
keadaan yang terhadi secara spontan atau tiba-tiba.
Menghadapi QLC, butuh kesadaran diri dan bantuan orang lain.
Jika seorang dewasa enggan mencari bantuan dia kan cenderung hanya
berputar-putar di jalan yang sama bahkan stuck dan putus asa. Namun, jika dia
mau berbagi yang penuh dalam kepalanya dan bersedia mengurai kebingungannya,
niscaya dia akan mampu keluar dari QLC bahkan menemukan dirinya yang baru dan
mendapat cahaya ilahi untuk melanjutkan kesempatan yang masih ada. Hehehe
Menjadi dewasa di usia dewasa dengan gejala QLC perlu
penanganan dan perhatian sekitar. Butuh support system agar individu merasa
tetap berharga dan berhak hidup. Butuh dibersamai dalam mengetahui dirinya dan
menemukan tujuan yang ingin diraihnya.
Jika teman-teman pembaca sedang ada pada QLC dan takut
berbagi pada orang lain, saya sarankan untuk tetap beragai pada orang lain asal
mereka adalah orang yang tepat (profesional), misal psikolog atau konselor.
Mahal? Memang tapi sudah ada beberapa instansi konseling yang menggunkan kartu
BPJS atau yang memberikan layanan gratis. Mungkin dari merekalah, Allah
membantu teman-teman.
Tarik nafas lagi yuk...
Jangan lupa embuskan.. hehehe
Mungkin cukup dulu pembahasan dewasanya, kita lanjut part dua saja
biar tidak terlalu panjang. Ya memang sangat kompleks lika liku yang dihadapi dewasa tapi seru sekali bukan! Hahahaha
Boleh tinggalkan komen di bawah untuk kritik dan saran kalimat saya yang barangkali ada salahnya, atau boleh juga saran untuk pembahasan terkait "dewasa" lainnya, ditunggu ya!!
Selamat membaca, kawan dewasa!!!

2 komentar
Oke..semoga kita bisa menjadi dewasa pada saatnya..
ReplyDeleteDewasa itu seruuu
ReplyDeleteSilakan tinggalkan pesan, saran, masukan disini yaaa....