Aku terluka, cukup parah
Sebab sayatan dari jelmaan ucapan yang berkedok peduli, yang kuidamkan mampu memeluk tenang gundahku malah mencipta sakit baru
Aku berderai air mata, cukup hebat
Perih yang parah memaksaku meringis, lantas menahan kawanan air di sudut mata yang tak sanggup kubendung hingga basahi pipi dan sujud
Aku terkulai, cukup lunglai
Hingga dayaku tersisa garis merah, secepat angin kalimat mereka ramai dan berkembang biak di dalam kepala, perlahan mulai renggut dinding impresi
Bila bukan sebab keharusan,
rasanya dayaku tak sanggup bangunkan tubuh lemahku dari perebahan
Aku hampir tak mengenali diri
Kalimat mereka mengikutiku bahkan di pejam mata, bahkan kian kuat dan melengking. Nyaris saja aku kehilangan puzzle persepsi yang susah payah kususun.
Aku kewalahan, cukup gelagapan
Meski tampak di luar aku tertawa bahkan dengan lancar berucap "aku baik-baik saja", nyatanya saat bersama denganNya, aku menjerit keras, aku mengadu sembari terisak panjang.
Aku terhenti sejenak
Aku sadar sedang berantakan dan nyaris tersesat. Ancaman menyerah terus mendekat menyasar benteng semangat. Jika bukan segenap daya sang Maha Rahmat, tak bakal sanggup aku bertahan.
Di antara siang dan malam yang setia bergiliran hadir mengisi semesta, aku sempat menitipkan pintaku pada tuan mereka, kelak perih yang berganti luka bisa lekas disembuhkan dengan hadiah yang dijanjikan.
