Acceptance

by - June 16, 2024



Hai, my last twenties. Akhirnya datang juga. Senang, deg-degan sekaligus terharu bisa menyambutmu datang. Terima kasih sudah tiba tepat waktu. 

Kehadiranmu yang tak pernah absen membawa kaledeiskop perjalanan ribuan hari selalu saya tunggu. Saya jadi bisa melihat ratusan ribu langkah yang telah saya lalui. Dan nyatanya saya dimampukan melewati panjangnya hari di sepanjang tahun yang penuh teka teki dan misteri itu. Sebuah karunia luar biasa bagi saya sebagai manusia dan hambaNya.

Diberi kesempatan mencoba dan mendapat banyak hal baru pada dewasa ini, tidak ada alasan tidak bersyukur. Patut pula bagi saya merasa berharga sebagai diri yang utuh. Alhamdulillaah.

Faktanya, apapun yang dihadapi kemarin tak pernah sedikitpun tak meninggalkan pelajaran berharga. Kalaupun saya yang mudah meratapi nasib, itu hanya ego saya yang tidak sabar dalam prosesnya dan terburu berprasangka buruk dan ingin menyerah.

Last twenties merupakan ruang kontemplasi saya melihat diri saya dengan utuh, saya lebih banyak mengenal diri saya, berusaha memenuhi kebutuhannya dan menyelaraskan dengan tujuannya. 

Bagi saya menjadi dewasa bukan perkara mudah seperti bayangan sewaktu dini, pada perjalanannya ada banyak tantangan yang perlu diterima dengan lapang dan dihadapi dengan teguh tegap.

Namun, ada satu hal yang masih menjadi PR bagi saya untuk mengatasinya dengan lebih baik. Satu kebiasaan yang melekat pada diri saya seperti overthinking tentang masa depan, khawatir membuat kesalahan dan cemas akan menyakiti banyak orang. Segala cara sudah saya upayakan untuk menguranginya. Tapi, seringkali kembali kambuh saat datang kondisi atau situasi cukup rumit. 

Menyadari bahwa hal ini tidak baik dan mengganggu ruang gerak, saya perlu berupaya lebih menemukan caranya. Saya kembali membuka pelajaran di bangku kuliah. Rupanya pendekatan ini perlu dicoba untuk mengatasi kebiasaan buruk itu. Ada namanya pendekatan konseling dengan teknik "here and now". 

Berdasarkan gejalanya, saya menyadari bahwa diri saya tidak hadir di masa sekarang. Dia sibuk berada di masa mendatang yang nyatanya belum pasti. Apalagi kondisi pikiran dan perasaan saya penuh dengan kekhawatiran dan kecemasan (irasional).

Menurut teorinya, sikap irasional ini perlu diubah menjadi rasional. Di sisi lain, pada Filosofi Teras dinyatakan bahwa bersikap rasional adalah hidup yang selaras dengan alam. Maka mari hidup dengan cara hidup stoic yakni kita kembali sejalan dengan alam, sejalan dengan fitrah dari Allah Ta'ala.

Untuk itu, saya perlu terhubung dengan diri saya, mengajaknya berbicara agar fokus di sini dan sekarang, berusaha untuk mengalihkan segala hal yang belum tentu terjadi pada apa yang sekarang saya hadapi. Saya berusaha memusatkan diri dengan tugas sekarang dengan maksimal dan mengerjakannya step by step. And surprisingly, bersamaan dengan itu kecemasan dan kekhawatiran mulai berangsur redam.

Fyi, ada kalimat yang sering saya bisikkan adalah "ayo, fokus dengan apa yang kamu terima dan apa yang kamu lakukan. And please enjoy your here and now". Jimat itu yang terus saya rapalkan untuk mengalahkan kuatnya kekhawatiran yang datang. Selain itu ada doa-doa lain yang lebih banyak saya lantunkan.

Selain itu, saya merasa lebih mampu melakukan aktifitas atau kegiatan dengan penuh kesadaran dan menikmatinya dengan penuh. Tak dipungkiri meski seringkali baju ketahanan diri saya ditarik kuat oleh kecemasan, saya terus mencoba kembali kepada here and now.

Bukan hanya senang yang menggemaskan kita sambut suka ria, tapi sedih yang menyakitkan juga perlu diterima dengan lapang, dipeluk dan diregulasi dengan bijak. Keduanya emosi wajar dan maklum untuk kita rasakan. Untuk itu, mantra baru saya "enjoy the moment, focus here and now".

Pelajaran kedua yang sedang saya terapkan adalah membangun dan merawat persepsi tentang "Bukan suatu cela/aib bilamana kita belum atau tidak menjalani hidup dengan ideal manusia atau patokan fase kehidupan buatan manusia apalagi penilaian subjektif manusia, kita tetap manusia meski tidak sesuai harapan manusia lain."

Kita bakal baik-baik saja dalam takdir kita, asal kita tetap menjalani hidup dengan versi terbaiknya dan tanpa henti terus terhubung dengan yang punya Hidup. Merisaukan capaian orang lain akan menambah beban saja. Capek tau jadi manusia? So please! Mari jadi manusia yang bijak dan berusaha tak mengusik manusia lain yaa. 

Kamu bisa bertahan dan tidak menyerah dengan hidup, juga satu pencapaian yang baik, apalagi bisa berbuat sedikit dan sekecil perbuatan baik yang bisa dilakukan, itu sudah luar biasa bagi diri kita. Let's keep loving own self the way we are.

Di samping itu, sebagai bentuk ikhtiar saya juga terus melihat lagi pelajaran dan mencari nasihat para guru. Memiliki guru yang dekat dengan yang Maha Hidup itu perlu, dan perlu banget. Sebab jiwa kita perlu pembimbing agar tidak tersesat atau bisa kembali pada lajur yanag tepat. 

Dari pencarian itu, saya peroleh nasihat bahwa menerima kelemahan manusia dan memaklumi kedinamisannya adalah hal wajar. Misal kita tetap menaruh harapan pada manusia, kita yang akan tertimpa kewalahan dan kekecewaan melelahkan juga menyakitkan.

Hal ketiga yang mulai saya pikirkan dan terapkan adalah "Legacy", yup Warisan. Hal ini bukan sekadar warisan materi tapi juga warisan imateri yang tak lekang oleh masa meskipun manusianya tak lagi hidup di dunia. 

Menjadi manusia yang hidup biasa dengan tetap menjalani rutinitas tidak menjadi masalah selagi tidak berbuat buruk apalagi menyakiti yang lain. Tapi, manusia yang lebih baik rasanya juga perlu kita coba semata demi rasa terima kasih kepada Allah yang telah memberi kita banyak nikmat. Salah satu cara hidup lebih baik menurut Kanjeng Nabi adalah dengan kita lebih banyak manfaat untuk lainnya. 

Berbuat baik kepada yang lain adalah instruksi Allah kepada manusia. Perbuatan yang menjadi manifestasi dunia dan akhirat. Sebagai manusia yang diciptakan dengan kelemahan dan kelebihan, sudah sepatutnya kita saling membantu melengkapi. Nafsu yang dititipkan Allah kepada kita bukan untuk dibiarkan tertawan syaitan, tapi perlu kita jaga dan kontrol agar tetap di bawah kendali kita. Jangan sampai pergerakan nafsu menghalangi kita berbuat baik.

Gambaran buah kebaikan telah banyak ditampakkan kepada kita, apalagi setelah mereka harus berhenti berbuat baik di dunia. Maka dari itu, mari kita berlomba memperbanyak kebaikan yang sifatnya tak habis dimakan oleh masa. Meski nanti badan kita tak lagi berdaya berbuat baik atau bahkan raga kita sudah berhenti berbuat baik, setidaknya ada kebaikan kita yang terus bertumbuh dan berkembang pada badan lain hingga kelak masa perhitungan tiba.

Dewasa ini, secara sadar atau tidak, permintaan kita bergeser ke arah yang lebih sederhana. Sehat, tenang dan merasa cukup adalah hal yang sering menempati lantunan doa sedari pagi hingga malam. Pantang menyerah, bisa menerima dan dimampukan berbuat baik adalah harapan kuat yang juga menggema di ruang last twenties ini. 

Doa yang juga tak pernah terlewat adalah sehat dan bahagianya orang-orang yang saya cintai dan mencintai saya, yang selalu ada untuk saya bagaimanapun keadaannya. Jaga orang-orang baik ini Ya Robb.

Entah sampai kapan batas raga ini bergerak. Meminta panjang usia dalam sehat dan ta'at, diberi iman dan islam kuat, diampuni segala khilaf, diterima semua taubat serta diliputi berkah dan rahmat adalah bentuk ikhtiar saya merawat pemberian Allah.


Semoga lebih bermanfaat dan barokah, Amiin
16 Juni 2024

You May Also Like

0 komentar

Silakan tinggalkan pesan, saran, masukan disini yaaa....

Powered by Blogger.