Adalah hal yang aku suka menonton orang-orang berjalan dengan aktifitas yang ia kerjakan. (semoga teman pembaca tetap husnudzon ya) Keahlian senandika ku sangat lihai dalam hal ini. Muncul banyak bagaimana dan mengapa yang terus terlontar dari apa yang terlihat. Memperhatikan diam-diam dari balik kaca jendela atau kadang lenggangnya waktu menunggu.
Matahari siang ini sungguh terik seakan memelototi penduduk bumi. Bus yang aku tunggu segera datang kali ini bus yang aku naiki lumayan sesak tapi alhamdulillah aku bisaduduk. Sempat berprasangka kalau nanti berdiri dengan harus membawa tentengan notebook dan helm, gimana capeknya coba. Aku duduk bagian belakang di samping seorang perempuan paruh baya. Beliau duduk sembari memangku seorang laki-laki dengan balutan selendangnya.
Pertanyaan dalam benak ku terus menyerbu meminta jawaban. Mencari kebenaran siapa yang digendong dan mengapa sudah sebesar itu masih di gendong?. Tapi rupanya si ibu sudah cekatan dalam membenarkan gendongannya dan sesekali membetulkan posisi duduknya.
Tak lama kemudian, si anak ini bergerak menggeliatkan badannya. ku bisa melihat tangan dan raut mukanya. Seperti yang sering ku lihat dan pelajari, si anak rupanya terkena suatu syndrome dan berkebutuhan khusus. Ya pantas saja jika ia harus digendong oleh ibu nya. Tak lama kemudian si ibu menyampaikan tujuannya pada kondektur, segera beliau mengencangkan gendongannya dan berdiri, dengan sangat cakap beliau memposisikan diri dan apa yang ia bawa.
Aku juga bergegas berdiri memberi ruang jalan untuk ibu keluar dari kursi. Penumpang lain juga menyaksikan bagaimana ibu dan anaknya itu turun. Karena itu hal yang wajar namun jarang dilihat bagi kami umumnya. Beberapa orang ku lihat berbisik satu sama lain.
Setelah bis melaju lagi tak selang beberapa lama, ada lima orang perempuan yang naik. Nampaknya mereka adalah petani yang usai menggarap sawah. Para perempuan paruh baya ini rupanya para kaum dialek madura. Terlihat percakapan mereka yang sangat fasih dengan bahasa madura. Ketangguhan dan antusias mereka dalam segala rutinitasnya sudah terkenal dimana-mana. Dialek yang menggebu-gebu sudah mencari ciri khasnya tapi disitulah uniknya mereka.
Pakaian sangat sederhana mereka jauh dari kemewahan yang sebenarnya mereka miliki. Mereka membawa berkarung-karung barang yang entah apa isinya. Rupanya sangat berat sampai kondektur harus membantu menaikkan barangnya bersama seorang pengamen yang kebetulan ada di bus. Mereka duduk tepat di depan kursiku. Mereka melanjutkan percakapan khas dengan logatnya yang menggebu.
Senandika ku terus saja ceriwis mengagumi ketaangguhan dan semangat bekerja para perempuan ini. Tak lama kemudian dua perempuan dengan barang bawaan yang sama naik di bus kami. Rupanya mereka dari kegiatan yang sama namun hanya berbeda tempat. Wah.. tambah ramai lah itu kursi penumpanng bagian belakang. Aku berbalas senyum dengan senandika ku sendiri menyaksikan adegan-adegan non-fiksi di depan mata ku.
Siang dengan cahaya matahari yang sungguh menyengat ubun-ubun tak menggentarkan para perempuan ini untuk menjalankan aktifitas berat, (bagiku). Banyak di luar sana yang enggan keluar sebab sapaan terik si kuning yang cukup menyengat kulit belum lagi angin polusi kendaraan dan debu memenuhi atmosfer udara di sepanjang jalan. Entah karena suatu kewajiban atau tidak ada pilihan lagi mereka mampu dan mau melakukan aktifitas seperti itu. Tapi ku akui mereka orang yang lebih sehat, mau berusaha, kokoh dengan pendirian dan berusaha untuk tegar dengan pemberianNya.
Cara Allah menggambarkan tentang hidup sebagai perempuan sungguih unik. Aku berujar dengan senandika tentang mereka para perempuan tangguh yang harus terus berjuang menjalani hidup yang sudah digariskanNya, memilih untuk bahagia dengan caranya sendiri, melakukan sekuat yang dia bisa untuk dirinya, anaknya dan keluarganya. Para perempuan yang harus memiliki jiwa terampil, multitasking dan multitalent agar mampu mandiri, tak selalu bergantung dengan harta, suami atau orang lain.
Sabar dan syukur memang kunci yang harus ada dalam kita sebagai bekal menjalani kehendak dan takdirNya di dunia. Semua ini adalah ujian bagi kita, manusia untuk bisa menggunakan apapun yang sudah Allah beri. "Semua sudah sesuai porsinya, kamu pasti bisa" begitulah yang terus ku gemakan dalam segenap jiwa raga agar bisa terus memotivasi sabar dan syukur betah dalam diriku.
Semoga jasa ibu tadi menjadi pahala kelak dihadapanNya. Menjadi perempuan yang tetap sabar dan syukur di setiap nafas kehidupannya. menjadi teladan bagi orang disekitarnya. Terimakasih untuk ibu-ibu yang ku temui di dalam bis waktu itu, meski mungkin kalian tidak membaca tulisan ku tapi kalian sudah menjadi teladan bagiku dan salah satu hadiah indah untuk juni ku.
Penghujung Juni, 26 Sy 1440H

