Tahun baru telah tiba tepat pada waktunya, tidak tertunda apalagi tiba-tiba batal. Semua melewatinya baik mereka yang menyaksikan langsung parade detik-detiknya melalui gerbang tahun baru maupun yang sengaja melewatkannya hingga berubah dan melebur menjadi hitungan jam.
Bagaimana teman-teman menajalani beberapa jam di awal tahun ini? Semoga baik-baik yaa
Yang patut kita ungkapkan tidak lain adalah bersyukur. Dengan syukur, insyaallah kita akan mudah menerima apa yang kita miliki dan tidak jadi kita miliki sampai hari ini. Sikap menerima menuntun kita jadi lebih mudah menjalani hari dan menghadapi hari yang sudah di depan mata.
Mungkin dari kita ada yang dengan mudah untuk menerima dan ada juga yang sedang berusaha untuk pelan-pelan menerima. It's okay kawan! Ambil napas hembuskan ... (lakukan tiga kali) insyaallah jadi lebih legaaa.
Tahun baru seringkali menjadi awal memulai hal baru bagi banyak orang, meski ada juga yang menjalaninya biasa-biasa saja. Tanpa ada perubahan sedikitpun. Iya itu hak semua manusia. Kita fokus saja pada diri kita masing-masing.
Tentang waktu dan deadline, saya teringat satu kalimat yang menyatakan bahwa "kita semua sudah punya jadwal waktu masing-masing tentang kehidupan ini", ya seperti kedatangan tahun baru. Apa yang menjadi takdir kita tidak akan terlewat dan akan tiba tepat waktunya. Namun, bukan berarti hanya tinggal diam, kita tetap memiliki kewajiban yang harus dijalani sebagai hamba dan umat. Tetap perlu berbuat kebaikan tanpa pamrih dan tetap memiliki prasangka baik terhadap takdir sang Maha Pencipta.
Sebagai manusia yang tidak hidup sendiri hampir dari terbitnya matahari, naiknya hingga ia kembali ke peraduannya yang terus berdampingan dengan manusia lain tentu sikap dan tindakan mereka sering memengaruhi diri kita. Syukur sekali jika baik yang mampir, bagaimana kalau yang buruk? Bisa Bahayaa!!
Untuk itu, perlu benteng diri yang dilengkapi filter-filter canggih untuk menyerap pengaruh dari luar yang akan mampir pada diri kita. Supaya kita tetap mempertahankan sejatinya diri dan bisa tangguh dalam bertumbuh berkembang di sepanjang kehidupan.
Sampai hari ini kita telah mengalami dan merasakan pengaruh-pengaruh manusia lain ditambah dampak wujudnya dunia baru, dunia maya. Mereka telah masuk dalam kehidupan kita secara bebas melalui mata, telinga dan hati kita yang terbuka.
Seperti rumah yang tidak memiliki pintu atau jendela, akab mudah sesuatu masuk ke dalam rumah dan bahkan menempati sudut-sudut rumah sesuai keinginan mereka hingga enggan berpindah malah berujung menguasainya. Begitu juga dengan diri kita, apabila tidak memiliki benteng kuat (ilmu dan sikap ketegasan diri) maka segala pengaruh luar akan mudah memengaruhi diri kita hingga menghilangkan jati diri kita.
Untuk itu, kita butuh benteng. Istilah kerennya Setting Boundaries, mengatur batasan-batasam diri.
Dewasa ini, saya sadari penuh akan pentingnya mengatur dan menpresentasikan batasan-batasan diri sendiri khususnya dalam menghadapi kebebasan bersosialisasi dan akses informasi saat ini. Tipe sponge people yang saya alami sering menjebak saya ke dalam tanggung jawab kebahagiaan orang lain, perasaan orang lain dan sikap orang lain yang berlebihan. Maka dari itu, saya coba satu cara ini agar tidak mudah terpengaruh orang lain.
"Batasan membuat kamu bebas". Rupanya akan seperti kalimat mutiara ini, ya kita buktikan saja.
Dewasa ini, kita seringkali terpicu dengan hal-hal sepele yang mengundang diri kita terbawa arus sikap, respon dan tindakan orang lain. Patokan ideal buatan manusia terus tercipta sebagai amunisi keeksisan di masa kini. Namun memicu banyak kehilangan jati diri orang-orang.
Membuat batasan adalah sikap atau ikrar diri untuk lebih tegas menyaring pengaruh luar ke dalam diri. Batasan dibuat agar pengaruh luar tidak semena-mena menjajah diri kita. Batasan dibangun agar kita lebih bebas terhadap diri kita untuk melakukan kewajiban tanpa pamrih. Batasan disampaikan agar orang lain tahu dan paham wilayah masing-masing.
Setelah membuat batasan tang syarat keimanan dan ketaatan terhadap kewajiban peran hamba dan ummat, kita perlu mempresentasikan, menegaskan dan mengingatkan khususnya pada diri dan orang-orang di sekitar kita. Selain untuk mereka tidak melampaui batas demarkasi diri kita, juga untuk menyadarkan mereka bahwa kita memiliki rumah yang perlu dihargai privasinya.
Memiliki batasan dan mempertahankannya adalah perkara yang tidak mudah, akan ada mereka yang berpaling, menolak, marah bahkan meninggalkan kita. Maka dari itu, kita perlu meyakinkan diri tentang batasan-batasan tersebut, menyiapkan mental atas rilisnya batasan-batasan kita, dan bersikap tegas dan fleksibel dalam menjalankannya.
Perlu selalu diingat bahwa kita akan sering diuji dalam menjalankan batasan. Pikirkan akan manfaat untuk diri kita sendiri, laksanakan dengan akhlak yang mulia, sertai dengan doa-doa penguat jiwa raga, dan konsultasikan kepada ahli jika memang perlu bantuan.
Membuat batasan itu salah satu self love, bentuk kita sayang dan cinta pada diri, bentuk kita mensyukuri nikmat dan anugerah Allah dengan merawat dan menjaganya. "Qū anfusakum wa ahlikum nāron..." begitu yang saya tangkap dari perintah Allah kepada hambaNya. Kita diperintah untuk menjaga diri kita dari neraka dan segala yang mendekatkan diri ke neraka. Juga batasan diri agar kita tidak terseret arus nafsu yang menghanyutkan kita pada murka-murka Allah.
Membuat batasan juga membuat kita lebih leluasa bahagia dan memilih ketenteraman hati. Hal ini yang sejatinya kita inginkan ada selalu dalam sepanjang hidup kita bukan? Ya meskipun sangat wajar kita berjumpa gundah gulana, duka bahkan nestapa tapi bagi orang yang membangun batasan diri, akan cepat beralih ke keadaan bahagia.
Batasan diri yang dilapisi keimanan dan keterpautan dengan Allah Ta'ala akan memiliki kualitas batasan yang kukuh dan tidak mudah goyah. Sebab ia telah memilih dasar yang tepat dan kuat. Sebab ia telah sadar bahwa Allah Ta'ala adalah satu-satunya Dzat yang Maha Mengatur, Maha Pencipta dan Maha Kuasa atas diri kita dan semua yang telah terjadi pada diri kita.
Saya belum menjadi orang yang memiliki batasan yang kuat, saya juga masih berusaha membangunnya satu persatu dan mencoba menyampaikan kepada orang-orang di sekitar saya. Saya juga terus belajar dan memahami skill membangun batasan diri. Seringkali batasan kita kurang mendapat respon baik dari orang terdekat sekalipun. Hal ini yang juga membuat batasan saya kembali kendur. Tapi, saya bersyukur hingga hari ini saya telah menunaikan batasan-batasan itu meskipun belum maksimal.
Tulisan di atas adalah hasil baca saya tentang set boundaries. Ilmu yang masih sangat sangat sedikit untuk bisa dibagikan kepada teman-teman. Tapi rasanya perlu untuk saya bagikan kepada teman-teman. So.. Mari belajar lagi, mari kita berani mempraktikkan lagi dan mari berbahagia lagi dan lagi.
Jika pingin tahu tentang set boundaries, teman-teman bisa bertualang cari sendiri sumber pengetahuannya yaa, bisa dipelajari sendiri dan dan akan sangat baik jika berkenan mengonnsultasikan kepada para ahlinya agar set boundaries kita tidak keliru dan mendapat dukungan profesioanal
Ada satu gambar yang bisa saya bagi di sini untuk jadi tips membuat dan mempraktikkan batasan diri.
Perkenankan saya mengalihbahasakan, semoga bisa dipaham yaa
BAGAIMANA MENGATUR BATASAN DIRI (Blair Imani)
- Kenali diri sendiri dan renungkan akan keinginan dan kebutuhan dari setiap interaksi atau hubungan
- Praktikkan cara menyatakan batasan diri
- Ungkapkan batasan diri
- Ingatkan orang-orang di sekitar tentang batasan diri ketika mereka tidak menghargainya
- Hargai batasan diri sendiri dan batasan diri orang lain
Bagi saya, membuat batasan diri ini penting banget untuk kita terapkan apalagi di masa-masa sekarang ini. Tujuannya apa? biar kita ndak jadi pribadi yang gampang baperan, emosional dan lagi bisa banyak menghargai yang ada di sekitar kita. Sebab kita juga berhak nyaman dan bahagia.
SELAMAT MENCOBA!!


1 komentar
Hadir mbk be heheheh suka banget ama bacaan nya apalagi membahas ttg setting boundaries.
ReplyDeleteSilakan tinggalkan pesan, saran, masukan disini yaaa....